Mengganti Atau Qadha Puasa Ramadhan dan Hukum Menunda Qadha Puasa
Senin, 15 Juli 2019
Qadha Puasa Ramadhan
Qadha Puasa Ramadhan atau mengganti puasa bulan ramadhan sudah menjadi kewajiban bagi semua umat muslim yang memiliki hutang puasa untuk menggantinya atau meng-qodho puasa ramadhan tersebut sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkannya.
Terkadang dalam menjalankan ibadah puasa banyak sekali godaan atau rintangan yang harus dilalui, sehingga hal tersebut menjadi alasan untuk membatalkan puasa ramadhannya, atau bahkan sengaja tidak melaksanakan puasa, secara syariat diperbolehkan untuk membatalkan puasa, namun dengan ketentuan dan syarat tertentu, dan diperbolehkan membatalkan atau meninggalkan puasa wajib di bulan ramadhan semaunya sendiri
Qadha memiliki makna memenuhi atau melaksanakan, sedangkan menurut ilmu fiqih, qadha(qodho) dimaksudkan sebagai pelaksanaan suatu ibadah diluar waktu yang telah ditentukan oleh syariat islam, contohnya meng-qadha 'puasa ramadhan, berarti melaksanakan puasa ramadhan diluar bulan suci ramadhan (selain bulan ramadhan).
Waktu dan kesempatan untuk mengganti puasa ramadhan yang tertinggal sampai bulan ramadhan berikutnya adalah sudah lebih dari cukup jika memang benar-benar ingin meng-qadha puasa.Namun
Dari Jumhur Imam Malik, Asy-Syafi'i, Ats-Tsauri, Ahmad dan lain-lain berpendapat bahwa orang yang menunda qadha puasa tersebut disamping tetap diwajibkan meng-qadha puasa dia juga di wajibkan membayar fidyah sebagai kafarah (penebus) dari penundaan qadhanya[Penutuan Imam Ibnu Qudamahdalam kitab Al-mugni Ma'a Asy-Syarh Al-Kabir, II/81 (dikutip oleh Yusuf Al-Qaradhawi, Fuqush Shiyam; Kairo: Darush Shaswah: 1992 hal 64)]
Imam Syaukani menjelaskan dalil lain sebuah riwayat dengan isnad dhaif dari abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi Sallallahu alaihi wasallam tentang seorang laki-laki yang sakit di Bulan Ramadhan lalu dia tidak berpuasa, kemudian dia sehat namun tidak mengqadha hingga datang Ramadhan berikutnya,
Pendapat dari Imam Abu Hanifah dan para shabatnya, Imam Ibrahim An-Nakhai, Imam Al-Hasan Al-basri, Imam Al-Muzani (murid Asy-Syafi'i) dan Imam Dawud bin Ali, Merka mengatakan bahwa orang yang menunda qadha hingga datang Ramadhan berikutnya tidak ada kewajiban atasnya selain qadha. Tidak ada kewajiban membayar kaffarah (fidyah) [Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, I/240, Mahmud Abdul Latif Uwaidhah, Al-Jami'li Ahkam Ash-Shiyam, hal.210]
Qadha Puasa Ramadhan yang rajih adalah pendapat jumhur, bukan pendapat Imam Abu Hanifah, rahimahumullah . Jadi mengqadha puasa ramadhan itu waktunya terbatas, bukan lapang (muwassa) sebagaimana pendapat Imam Abu hanifah, Maka qadha wajib dilakukan sebelum masuknya Ramadhan berikutnya. Jika seseorang menunda qadha tanpa udzur hingga masuk Ramadhan berikutnya dia berdosa.
Qadha memiliki makna memenuhi atau melaksanakan, sedangkan menurut ilmu fiqih, qadha(qodho) dimaksudkan sebagai pelaksanaan suatu ibadah diluar waktu yang telah ditentukan oleh syariat islam, contohnya meng-qadha 'puasa ramadhan, berarti melaksanakan puasa ramadhan diluar bulan suci ramadhan (selain bulan ramadhan).
Qadha Puasa Ramadhan Sesuai Jumlah Harinya
Bagaimana hukumnya membayar hutang puasa (qadha) bulan ramadhan? Qadha puasa bulan ramadhan hukumnya adalah "wajib" yaitu dengan menganti sebanyak hari puasa yang telah ia tinggalkan, sebagaimana Firman Allah SWT di dalam Al-Qur'an Surat Al-baqarah ayat 184, yaitu :
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ
وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ
وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya:
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) : memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (QS. Al-Baqarah :184)
Apakah Qadha puasa bulan ramadhan diwajibkan untuk melaksanakanya secara berurutan, atau boleh tidak berurutan?
Qadha Puasa Ramadhan Menurut Pendapat Ulama'
1. Bahwa untuk mengganti puasa atau qadha puasa, jika hari puasa yang ditinggalkanya secara berurutan maka untuk meng-qadha puasa bulan ramadhan harus dilaksanakan secar berurutan, sebab puasa yang telah ditinggalkan wajib dilaksanakan secara sepadan.
2. Pendapat lain mengatakan bahwa; Qadha puasa bulan ramadhan tidak harus dilaksanankan secara berurutan, sebab tidak ada dalil yang menegaskan bahwa qadha puasa harus berurutan. didalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah hanya menjelaskan bahwa qadha puasa ramadhan wajib dilaksanakan sebanyak jumlah hari yang telah ditinggalkannya.
Sebagaimana hadis riwayat Daruqutni, dari ibnu umar :
قَضَاءُ رَمَضَانَ إنْ شَاءَ فَرَّقَ وَإنْ شَاءَ تَابَعَ
Artinya:
Qadha (puasa) Ramadhan itu, jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya secara terpisah, dan jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya berurutan. (HR. Daruqutni, dari Ibnu'umar)
Qadha (puasa) Ramadhan itu, jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya secara terpisah, dan jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya berurutan. (HR. Daruqutni, dari Ibnu'umar)
Pendapat yang kedua didukung dengan hadits yang jelas, dan pendapat yang pertama tadi hanya berdasarkan logika yang bertentangan dengan hadits yang jelas, sebagaimana hadits di atas tadi.
Qadha Puasa Ramadhan di Tunda Hingga Ramadhan Berikutnya
Waktu dan kesempatan untuk mengganti puasa ramadhan yang tertinggal sampai bulan ramadhan berikutnya adalah sudah lebih dari cukup jika memang benar-benar ingin meng-qadha puasa.Namun
berbagai sebab mungkin bisa menyebabkan tertundanya Qadha puasa ramadhan dengan alasan-alasan tertentu.
Kejadian seperti ini bisa saja terjadi karena alasan yang positif ataupun negatif, hingga menyebabkan meng-qadha puasa jadi tertunda-tunda, seperti sakit, dalam perjalanan, bersikap gegabah, bersikap acuh, padahal masih memiliki tanggungan puasa ramadhan yang belum di ganti atau di qadha sampai datang bulan ramadhan berikutnya
Jika penundaan Qadha puasa di akibatkan karena halangan (udzur) yang menyebabkan tidak bisa melaksanakan qadha puasa maka tidaklah berdosa.
Pendapat Ulama Tentang Penundaan Qadha Puasa
1. Pedapat Penundaan Qadha Puasa Pertama
Dari Jumhur Imam Malik, Asy-Syafi'i, Ats-Tsauri, Ahmad dan lain-lain berpendapat bahwa orang yang menunda qadha puasa tersebut disamping tetap diwajibkan meng-qadha puasa dia juga di wajibkan membayar fidyah sebagai kafarah (penebus) dari penundaan qadhanya[Penutuan Imam Ibnu Qudamahdalam kitab Al-mugni Ma'a Asy-Syarh Al-Kabir, II/81 (dikutip oleh Yusuf Al-Qaradhawi, Fuqush Shiyam; Kairo: Darush Shaswah: 1992 hal 64)]
Pendapat yang pertama terbagi menjadi dua pendapat, yaitu :
- Menurut ulama' syafi'iyah, fidyah tersebut berulang dengan berulangnya Ramadhan (Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Ala Al-Mazahib Al- Arba'ah Kitabush Shiyam Terjemah hal.109)
- Menurut Ulama' MAlikiyah dan Hanabilah, fidyah hanya sekali, yakni tidak berulang hingga berulangnya Ramadhan (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adilatuhu, II/680)
Imam Syaukani menjelaskan dalil lain sebuah riwayat dengan isnad dhaif dari abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi Sallallahu alaihi wasallam tentang seorang laki-laki yang sakit di Bulan Ramadhan lalu dia tidak berpuasa, kemudian dia sehat namun tidak mengqadha hingga datang Ramadhan berikutnya,
Maka Nabi Sallallahu alaihi wasallam bersabda :
"Dia berpuasa untuk bulan Ramadhan yang menyusulnya itu, kemudian dia berpuasa untuk bulan Ramadhan yang dia berbuka padanya dan dia memberi makan seorang miskin untuk setiap hari (dia tidak berpuasa)" [(HR. Ad-daruquthni, II/197),(Imam Syaukani, Nailul Authar, hal.871; Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, II/6890]
2. Pendapat Qadha Puasa yang kedua
Pendapat dari Imam Abu Hanifah dan para shabatnya, Imam Ibrahim An-Nakhai, Imam Al-Hasan Al-basri, Imam Al-Muzani (murid Asy-Syafi'i) dan Imam Dawud bin Ali, Merka mengatakan bahwa orang yang menunda qadha hingga datang Ramadhan berikutnya tidak ada kewajiban atasnya selain qadha. Tidak ada kewajiban membayar kaffarah (fidyah) [Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, I/240, Mahmud Abdul Latif Uwaidhah, Al-Jami'li Ahkam Ash-Shiyam, hal.210]
Dalil Ulama' hanafiyah ini sebagaimana dijelaskan Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu (II/240), adalah kemutlakan Nash Al-Qur'an surat Al-Baqarah :183 yang artinya: Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain (QS. Al-Baqarah: 183)
Qadha Puasa Ramadhan, Hukum dan Waktunya
Qadha Puasa Ramadhan yang rajih adalah pendapat jumhur, bukan pendapat Imam Abu Hanifah, rahimahumullah . Jadi mengqadha puasa ramadhan itu waktunya terbatas, bukan lapang (muwassa) sebagaimana pendapat Imam Abu hanifah, Maka qadha wajib dilakukan sebelum masuknya Ramadhan berikutnya. Jika seseorang menunda qadha tanpa udzur hingga masuk Ramadhan berikutnya dia berdosa.
Disclaimer
Gambar hanya sebagai ilustrasi dan referensiSesungguhnya saya hanyalah seorang manusia, kadang salah dan kadang benar. Oleh karena itu, lihatlah pendapatku semua yang sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah ambillah. Dan semua yang tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah tinggalkanlah (abaikan saja) : (Imam Malik HR. Ibnu 'Abdil Barr;Al Jami,Ibnu Hazm;Ushul Al Ahkam;Ashl Sifah Shalatin Nabi)
Referensi : https://www.facebook.com/MuslimahNewsID/posts/-belum-qadha-puasa-ramadhan-sudah-datang-lagi-muhammad-shiddiq-al-jawimuslimahne/929959027181913/